Kiai dan Politik Lokal: Studi Kasus Reposisi Politik NU Kebumen, Jawa Tengah Memanfaatkan Peluang Keterbukaan Partisipasi di Era Reformasi

ABSTRAK Pasca tunrbangnva rejirn otoriter Orde Baru, beberapa kiai terpilih menjadi pemimpin politik (elective-executive political leader) atau pemain politik Qnliticul player) yang memiliki posisi tawar yang kuat dalam proses politik. Hal rtu antara lain tercermin pada posisi kiai sebagai presi...

Full description

Main Author: Sidik Jatmiko
Format: Disertasi S3
Language: Bahasa Indonesia
Published: UMY 2005
Subjects:
Online Access: http://oaipmh-jogjalib.umy.ac.idkatalog.php?opo=lihatDetilKatalog&id=32919
PINJAM
Summary: ABSTRAK Pasca tunrbangnva rejirn otoriter Orde Baru, beberapa kiai terpilih menjadi pemimpin politik (elective-executive political leader) atau pemain politik Qnliticul player) yang memiliki posisi tawar yang kuat dalam proses politik. Hal rtu antara lain tercermin pada posisi kiai sebagai presiden ataupun wakil bupati. Fakta itu menank untuk dikaji karena pada era Orde Baru kiai telah tersingkir dari politik. Penelitian dilakukan dengan empat tujuan. Pertama, menjelaskan proses perluasan posisi kiai dari sekedar perantara budaya (cttltural-hrokar) yang terpinggirkan s'Jcara politik, rnenjadi sekaligus pemain politik(polrtical-pluyer) yang merniliki peran determinan dalarn formulasi dan eksekusi kepr-rtusan politik dr era transisi demokrasi Kedua, mencoba mengidentifikasi kondisi-kondisi apa yang memfasilitasi kiai melakukan gerakan sosial. Ketiga, mengkaji proses berbagai determinants of collective action (faktor penentu yang membentuk aksi kolektif) saling berhubungan, saling mempengaruhi, serta saling melengkapi sehingga teriadi perilaku kolektif berupa gerakan kiai. Keempat, mengka.;i makna dan irnplikasi teoritik hasii penelitian ini terhadap kajian sosiologr politik., khusr-rsnya kaiian mengenai teori perubahan dan gerakan sosial-politik. Berbagai penjeiasan pada penelitian ini banyak terkait dengan penjelasan mengenai gerakan kiai memanfaatkan peluang momentum perubahan dan keterbukaan partisipasi politik untr.ik memperkuat posisi politiknya. Hal itur antara lain tercermin dalarn kajian Sidney Tanow (1994), Charles Tilly(197s), dan John Markoff(1996). Pada kajian tersebut ditemukan adalah adanya pola-pola tertentu (terjadi berulang-ulang) dan hubungan sebab akibat antara kecenderungan sosial di tingkat makro dengan kemunculan berbagai gerakan sosial di tingkat mikro. Kiar yang rnenjadi pusat perhatian penelitian ini adalah krai yang mernilikr akses kekuasaan politik dan terjun ke gelanggang politik praktis bahkan kernudian mencapai posisi strategis dalam politik lokal Kiai dinyatakan memiliki akses politik apabila rnenjadi: (1) pemirnpin politik (elective politicul leader); (2) pengurus partai politik; (3) kelompok kepentingan (interest grup). Penelitian ini difokuskan pada tiga tipologi kiai yaitu Kiai Tarekat, Kiai Pesantren dan Kiai Langgar. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kiai di era pasca Orde Baru rnenladi pemimpin politik (elective political leader) atau pemain politik Qtotiticul-player) yang detenninan dalam proses formulasi dan eksekusi keputusan politik, padahal di masa Orde Baru kiai telah tersingkir karena: (1) adanya kemauan kiai untuk keluar dari keterpinggiran posisi politiknya, sebagai cerminan dari perjuangannya bagi kemaslahatan umat; (2) kondusifitas struktur sosial; (3) adanya iklim politik yang kondusif yaitu peluang berurpa momentum keterbukaan partisipasi politik; dan (4) dukungan dari jaringan yang dibangun kiai. Kiai melakukan gerakan dengan mempertimbangkan tiga aspek penting yaitu isu, taktik dan organisasi. Proses perluasan posisi kiai berlangsung melalui perluasan resources (sumber kewibawaan) dan instmmen (sarana) yang mereka adopsi dari berbagaijargon dan praktek gerakan dernokrasi di tingkat nasional yang diselaraskan(melalui montage) dengan kondisi lokal. Berbagai jargon "baru" tersebut antara lain demokrasi, penguatan masyarakat, pengembangan masyarakat bawah, anti diskriminasi, rekonsiliasi, pruralisme, kesetaraan gender, dan lain lain. xlll Hasil penelitian menemukan fakta bahwa kiai tidak menjadikan pertimbangan ideologi dalam melakukan negosiasi dan koalisi. Sebagian kiai juga lebih suka menggunakan mekanisme non-kepartaian dalam melakukan mobilisasi dan tawar menawar polrtik. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa para kiai selalu bersikap hati-hati, luwes (elastis) dan memilih jalan tengah. Cara itu ditempuh para kiai dengan selalu mengacu kepada pencapaian maslahat (keuntungan-kebaikan) dan menjauhi ma/isadah (kerugian-kerusakan). Para kiai dalam kenyataanya tidak menggunakan agama untuk tujuan politik narrun sebaliknya mereka justru menggunakan politik untuk mencapai tujuan lslam. Dengan demikian maka tindakan politik mereka pada berbagai arena politik di era transisi demokrasi lebih cocok disebut elastis (luwes) dari pada oportunistik. Setelah ditelaah lebih jauh, keterhbatan kiai dalam politik dalam kenyataannya juga membawa dampak negatif, antara lain berupa (l) perpecahan dalam tlzurriyuh (keluarga besar) kiai; (2) perpecahan antar kiai, (3) perpecahan antara kiai dengan pengikutnya; (4) perpecahan antar pengikut NU; (5) tersendatnya kinerja organisasi Nahdlatul Ulama, dan(6) manipulasi fikih serta Islam. Penelitian ini memiliki manfaat akademis bagi pengembangan kajian ilmu sosiologi-politik, khususnya berkenaan dengan teori mengenai gerakan yang dilakukan oleh para pelaku politik memanf'aat peluang momentum keterbukaan partisipasi. Hasil penelitian ini menawarkan kajian teori gerakan sebagai hasil perpaduan teori gerakan Sidney Tarrow (1994), Charles Tilly(1978), dan John Markoff(1996), dengan memperhatikan tiga aspek, yaitu; (1) faktor detenninan dalam gerakan, (2)keanekaragaman bentuk peluang bagi berlangsungnya gerakan; (3)kajian yang mengormati tradisi dan keunikan lokal. Kata kunci: Kiai, Gerakan, Pemain Politik xlv
Physical Description: 369 hlm
ISBN: Dis LL 5