ANALISIS UTANG LUAR NEGERI INDONESIA, 2000-2005

*92 Utang luar negeri Indonesia sudah ada sejak jaman pemerintahan presiden Soekarno, meski dalam jumlah yang sedikit. Utang luar negeri melesat drastis sejak pemerintahan Orde Baru dibawah presiden Soeharto, karena dianggap sebagai instrumen yang ampuh untuk mengatrol pertumbuhan ekonomi. Tapi kare...

Full description

Main Author: Mohammad Thoriq
Format: Skripsi S1
Language: Bahasa Indonesia
Published: EKPI 15 UMY 092 2015
Subjects:
*92
Online Access: http://oaipmh-jogjalib.umy.ac.idkatalog.php?opo=lihatDetilKatalog&id=55410
PINJAM
Summary: *92 Utang luar negeri Indonesia sudah ada sejak jaman pemerintahan presiden Soekarno, meski dalam jumlah yang sedikit. Utang luar negeri melesat drastis sejak pemerintahan Orde Baru dibawah presiden Soeharto, karena dianggap sebagai instrumen yang ampuh untuk mengatrol pertumbuhan ekonomi. Tapi karena salah urus dan juga korupsi, utang luar negeri pada akhirnya menjadi jerat danmakin membuat ketergantungan. Perekonomian tak bisa tumbuh tanpa menambah utang, sementara beban pembayaran pokok utangdan cicilannya makin berat. Klimaksnya tercapai saat terjadi krisis regional, dimana nilai tukar mata uang negara-negara Asia terhadap mata uang AS dan Eropa anjlok. Krisis moneter yang terjadi sepanjang 1997-1998 mengakibatkan utang luar negeri menjadi melesat naik, dan perekonomian kolaps. Situasi politik memanas, protes-protes anti Soeharto tak tertahankan lagi. Pecah kerusuhan dimana-mana dan akhirnya pemerintahan Orde Baru jatuh. Setelah pemerintahan berganti dengan era reformasi, jerat ketergantungan pada utang luar negeri ternyata belum bisa sirna. Sebelum krisis, rasio utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) masih 24%. Tapi di tahun 2000 atau dua tahun setelah kejatuhan Orde Baru, rasio utang pemerintah meningkat menjadi 97% terhadap PDB. Akibatnya, kewajiban membayar cicilan pokokdan bunga ini sangat memberatkan bagi APBN pemerintahan baru. Ada kecenderungan dimana angka debt revice ratio (DSR, rasio besaran pembayaran angsuran --pokok dan cicilannya-- terhadap nilai ekspor), makin mengecil. Meski begitu, penurunan DSR ini lebih disebabkan oleh penjadwalan kembali (rescheduling)
ISBN: SKR FE 92