Summary: |
Limpasan langsung yang terjadi pada suatu wilayah DAS dihasilkan dari
curah hujan dan dipengaruhi oleh faktor topografi dan geologi. Data curah
hujan biasanya tersedia dalam rentang waktu yang panjang sedangkan data
pengukuran debit aliran sungai pada stasiun Automatic Water Level Recorder
(AWLR) biasanya tidak tersedia atau tersedia lebih sedikit dibandingkan data
curah hujan. Salah satu metode dalam mengubah data curah hujan menjadi data
debit limpasan langsung adalah metode Natural Resources Conservation
Service-Curve Number (NRCS-CN). Analisis limpasan langsung dengan metode
ini memperhitungkan kondisi fisik dari DAS. Metode NRCS secara empiris
menghubungkan antara karakteristik DAS seperti tanah, vegetasi, jenis
penggunaan lahan dengan bilangan kurva limpasan permukaan (runoff curve
number) yang menunjukkan potensi limpasan permukaan pada curah hujan
tertentu. Pada penelitian ini analisis limpasan langsung menggunakan model
komposit dengan analisis limpasan menggunakan metode NRCS-CN yang lokasi
tinjauan berada di DAS Borobudur yang merupakan sub-DAS Progo dengan
lokasi stasiun AWLR di Stasiun AWLR Borobudur dan menggunakan data curah
hujan pada tanggal 20 - 26 Januari 2012. Metode NRCS-CN mencerminkan
pengaruh dari perubahan penggunaan lahan karena nilai CN sebagai parameter
dalam menganalisis limpasan ditentukan berdasarkan kombinasi dari kondisi
tataguna lahan dan kemampuan tanah terhadap limpasan langsung. Persamaan
debit limpasan langsung pada metode NRCS-CN didasarkan pada curah hujan,
volume simpanan penahan air (volume of total storage), dan abstraksi awal
(Initial abstraction). Karena hujan, penutupan lahan, dan jenis tanah sifatnya
bervariasi terhadap ruang (spasial), sehingga dalam proses kombinasi data
sangat komplek, oleh karena itu untuk mempermudah pengolahan data
digunakan pendekatan Geographic Information System (GIS). Pada penelitian
ini, data distribusi hujan jam-jaman sebagai data masukan pada hidrograf
ordinat satuan SCS menggunakan metode Alternating block method. Metode ini
akan menghasilkan hujan efektif yang berbeda-beda pada tiap jamnya. Faktor kesesuaian antara hasil simulasi dengan kejadian yang sebenarnya
dinyatakan dengan indek kesesuaian (goodness of fit). Indek kesesuaian yang
terbaik dari simulasi dapat dihitung menggunakan koefisien penentu (R2)
sebagai objective function. Berdasarkan hasil analisis model hidrologi pada
subDAS Progo hulu metode NRCS-CN memberikan hasil debit limpasan
langsung yang jauh berbeda dengan debit limpasan langsung pengamatan
Automatic Water Level Recorder (AWLR), hal ini dapat dilihat dari nilai
coefficient of determination (R2) dari semua percobaan kalibrasi yang rata-rata
nilainya sebesar 0,3 untuk kondisi hujan 1 dan 3 sedangkan untuk kondisi hujan
2 dan 4 bernilai antara 0,04-0,09. Karena hasil simulasi yang menunjukkan
nilai R2 jauh dari mendekati angka 1 maka disimpulkan bahwa model hidrologi
metode NRCS-CN tidak dapat diterapkan di DAS Progo hulu karena data debit
limpasan langsung hitungan tidak mendekati hasil debit limpasan pengamatan
AWLR.
|