Summary: |
Judul Penelitian ini adalah Tata Kelola Kebijakan Qanun Nomor 13 Tahun
2003 tentang Maisir (perjudian) di Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh.
Penelitian ini bertujuan: (1) Untuk mengetahui Tata Kelola kebijakan Qanun
Nomor 13 ahun 2003 tentang Maisir (perjudian) di Kabupaen Gayo Lues dengan
bagitu kita mengetahui tujuan kebijakan tersebut, kemudian mengetahui
sejauhmana keterlibatan masyarakat dalam proses perumusan dan sejauhmana
pula keterlibatan LSM; (2) Mengungkapkan peran lembaga pelaksana Qanun
Nomor 13 Tahun 2003, dengan begitu kita mengetahui peran masing-masing
lembaga dan mengetahui bagaimana hubungan antar lembaga penyelenggara
kemudian hubungan dengan masyarakat dan LSM. Penelitian ini mengunakan
pendekatan Metode Deskriptif Kualitatif guna memperoleh gambaran yang jelas
mengenai partisipasi masyarakat, LSM dalam pelaksanaan Qanun Nomor 13
tahun 2003 serta hubungan antar lembaga pelaksananya. Sedangkan teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah teknik observasi yaitu mengamati
kondisi obyektif dilapangan, mewawancarai pelaku-pelaku yang terlibat dalam
pelaksanaan Qanun Nomor 13 tahun 2003 tentang Maisir (perjudian) di
Kabupaten Gayo Lues dengan mendokumentasikannya.
Hasil penelitian menyimpulkan: Pertama, Tata Kelola Kebijakan Qanun
Nomor 13 Tahun 2003 belum berjalan dengan baik, karena dalam proses
pelaksanaan kebijakan Qanun tersebut dilapangan belum adanya interaksi yang
melibatkan masyarakat secara utuh, belum adanya hubungan sama sekali dengan
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Kedua, upaya yang dilakukan Pemerintah
mengikut adilkan masyarakat dengan cara membentuk (PPSK) dan juga hanya
tiga kecamatan yang dibentuk dari sebelas jumlah kecamatan di Kabupaten Gayo
Lues. Qanun ini belum memberikan perubahan secara signifikan terbukti masih
terjadinya perjudian di tengah-tengah masyarakat seperti sabung ayam dan judi
togel. Ketiga, Hubungan antar lembaga pelaksana Kebijakan Qanun Nomor 13
Tahun 2003 dilapangan belum ada satu peraturan, qanun Kabupaten maupun
MOU yang mengatur hubungan kerja, ketiga lembaga ini seperti berjalan sendirisendiri
tanpa adanya koordinasi. Keempat, Nilai ke islaman sudah membudaya
ditengah-tengah masyarakat Kabupaten Gayo Lues dengan hukum adatnya di
setiap kampung, dengan adanya lembaga Dinas Syariat Islam, Satuan Polisi
Pamong Praja Dan Wilayatul Hisbah Serta Mahkamah Syariah kemudian
pembentukan PPSK seakan-akan menghilangkan peran Hukum Adat itu sendiri.
Penelitian ini merekomendasikan: Pertama, lembaga pelaksana mengikut
adilkan masyarakat dan LSM secara aktif di segala proses kebijakan Qanun
Nomor 13 Tahun 2003 ini. Kedua, agar Pemerintah Daerah Gayo Lues dalam hal
ini Bupati Gayo Lues membentuk PPSK diseluruh kecamatan yang berjumlah
sebelas kecamatan dan menerbitkan Surat Instruksi Bupati tentang Tindak Lanjut
Surat Keputusan Nomor: 451/414/2009 Tanggal 22 juni 2009 tentang
pembentukan PPSK. Ketiga, Hubungan antar lembaga tersebut bisa di tetapkan
melalui Peraturan Bupati atau MoU antar ketiga lembaga tersebut disertai dengan
butir-butir kesepakatan kemudian diketahui oleh Bupati Gayo Lues. Keempat,
lembaga pelaksana kebijakan Qanun Nomor 13 tahun 2003 mensosialisasikan
peran dan fungsinya kepada masyarakat. Serta peran masyarakat di PPSK.
|